Attention Restoration Theory

Total Mind Learning

Atensi

Atensi merupakan cara individu secara aktif memproses sejumlah informasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang ditangkap oleh panca indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif yang lain (De Weerd; Duncan; Motter; Posner & Fernandez-Duque; Rao dalam Steinberg, 2008). Definisi lain mengatakan bahwa, atensi adalah sumber daya mental yang sangat terbatas dan hanya dapat dialokasikan paling banyak untuk proses kognitif dalam satu waktu tertentu (Anderson, 1980). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Atensi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi atensi seseorang, diantaranya:
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi atensi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jennings, Dagenbach Engle dan Funke pada tahun 2007, terdapat perbedaan yang signifikan antara orang yang lebih tua dengan orang yang jauh lebih muda dalam hal kesiagaan untuk menanggapi stimulus. Orang yang lebih muda memiliki kesiagaan yang lebih baik dibandingkan pada orang yang lebih tua. Dalam penelitian tersebut kategori usia yang lebih tua adalah 61 sampai 87 tahun sedangkan usia yang lebih muda 18-21 tahun (Jennings, Dagenbach, Engle, Funke, 2007).
b. Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Lee, Williams, Sargent, dan Williams tahun 2015, lingkungan yang identik dengan suasana perkotaan yang padat bangunan dan aktivitas di dalamnya, dapat menurunkan tingkat atensi seseorang (Lee dkk., 2015). Lingkungan yang memiliki unsur vegetasi dapat meningkatkan atensi seseorang.
c. Gangguan pada Otak
Terdapat beberapa penelitian yang mengatakan bahwa individu dengan gangguan atau kerusakan otak akan mengalami penurunan fungsi atensi yang diukur menggunakan Attention Network Test (ANT). Individu dengan gangguan klinis memiliki kecenderungan lemah pada fungsi yang lebih spesifik, misalnya lemahnya fungsi executive control terjadi pada individu yang memiliki gangguan Borderline Personality Disorder (Posner, Rothbart, Vizueta, Levy, Evans, Thomas, & Clarkin dalam MacLeod dkk., 2010), lemahnya fungsi orientasi biasanya terjadi pada individu yang mengalami benturan atau gegar otak (Donkelaar, Langan, Rodriguez, Drew, Halterman, Osternig, & Chou dalam MacLeod dkk., 2010).

Attention Restoration Theory

Attention Restoration Theory (ART) adalah teori yang berpengaruh dalam literatur psikologi lingkungan (Kaplan, 1995; 2001). Lingkungan dapat mengarahkan seseorang pada suatu pemulihan terhadap atensi yang membutuhkan upaya mental (voluntary attention). Voluntary attention dalam ART biasa disebut dengan direct attention (Kaplan & Kaplan, 1989). ART mengidentifikasi bahwa atensi sebagai sumber daya mental yang terbatas sehingga dapat mengalami kelelahan mental. Sedangkan lingkungan alam khususnya vegetasi dapat menyediakan daya tarik yang lembut (involuntary attention) untuk memulihkan atensi seseorang dari kelelahan mental (Kaplan, 1995; Kaplan & Kaplan, 1989; Berman dkk., 2010). ART mengidentifikasi direct attention sebagai bagian dari mekanisme kognitif dan dapat dipulihkan oleh interaksi seseorang dengan lingkungan alam (Berman dkk., 2008).
Jenis-jenis atensi dalam Attention Restoration Theory (ART) Kaplan (1995; 2001) mengusulkan bahwa atensi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu voluntary attention (perhatian terarah) dan involuntary attention (perhatian tak sadar), keduanya dibedakan oleh tingkat upaya yang diperlukan dalam penggunaannya.
a. Voluntary Attention
Voluntary attention atau direct attention adalah atensi yang diarahkan oleh kontrol proses kognitif. Direct attention memaksa seseorang untuk memperhatikan sesuatu yang tidak terlalu menarik dan memerlukan usaha yang baik dalam proses kognitif (Kaplan & Kaplan, 1989). Definisi lain mengatakan bahwa direct attention merupakan proses kognitif bottom-up yang meliputi penyelesaian masalah ketika seseorang berusaha menekan stimulus yang mengganggu (Berman dkk., 2008; Lee dkk., 2015). Penelitian lain menunjukkan directed attention merupakan komponen penting dalam kemampuan mengatur diri (mekanisme yang bertanggung jawab untuk menolak godaan) dan kinerja tugas-tugas kognitif dengan tingkat yang lebih tinggi (fungsi eksekutif) (Kaplan & Berman, 2010). Direct attention merupakan salah satu pendukung terjadinya kelelahan mental. Hal ini dapat terjadi karena banyak kegiatan sehari-hari yang menuntut upaya mental (Hartig, Mang, & Evans, 1991).
b. Involuntary Attention
Involuntary attention merupakan atensi yang tidak membutuhkan upaya mental dan dipusatkan oleh sesuatu yang berhubungan erat dengan hal-hal yang menarik atau stimulus yang penting, misalnya sesuatu yang bergerak, kata-kata, sesuatu berbahan metal, hewan buas, dll (Kaplan & Kaplan, 1989). Definisi lain menjelaskan bahwa, involuntary attention merupakan stimulus yang ditangkap oleh atensi seseorang dan atensi tersebut berhubungan erat dengan sesuatu yang menarik atau penting (Berman dkk., 2008; Lee dkk., 2015). Selain itu, involuntary attention merupakan atensi yang terlibat ketika voluntary attention mengalami kelelahan mental. Involuntary attention juga merupakan aspek penting dalam upaya pemulihan dari kelelahan mental dengan memunculkan stimulus yang mempesona (fascination) (Hartig dkk., 1991).
Atensi adalah sumber daya; sumber daya yang menyiratkan bahwa atensi diarahkan terbatas dalam jumlah dan jika digunakan secara berlebihan, dapat menjadi rentan menipis (Kaplan & Berman, 2010). Penggunaan yang berlebihan terhadap directed attention akan menjadikan kelelahan pada directed attention (directed attention fatigue /DAF). Namun, involuntary attention dianggap kurang rentan terhadap kelelahan dan dengan beralih ke sistem perhatian ini, directed attention dapat istirahat dan menyediakan kesempatan untuk mengembalikannya. Namun, seperti baterai, directed attention juga bisa diisi ulang. Penelitian yang dilakukan dalam psikologi lingkungan menunjukkan bahwa lingkungan tertentu dapat mengisi kembali directed attention; paling utama adalah alam (Berman et al., 2008; Hartig et al., 2003; Packer & Bond, 2010).

Directed Attention Fatigue (DAF)

Directed Attention Fatigue (DAF) merupakan gejala neurologis atau biasa disebut dengan kelelahan mental yang menyerang sistem otak central executive (Steg dkk, 2013). Definisi lain mengatakan bahwa DAF adalah kelelahan mental yang dialami oleh seseorang akibat penggunaan upaya mental yang terjadi secara berkepanjangan. Intensitas mengerjakan tugas atau bekerja yang tinggi merupakan penyebab dari kelelahan mental (Kaplan dkk., 1993).

Dampak Directed Attention Fatigue (DAF)

Directed Attention Fatigue (DAF) memiliki dampak serius pada kualitas hidup seseorang jika tidak disadari. Gejala yang terlihat adalah mudah mengalihkan perhatian, kurang memiliki kesabaran, mudah marah dan cenderung mengambil resiko tanpa memikirkannya terlebih dahulu (Kaplan dkk., 1993). Seseorang yang mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian adalah karakteristik dari kelelahan mental. Kelelahan mental pada seseorang merupakan sesuatu yang dapat memberatkan serta dapat menurunkan performa seseorang. Dampak lain yang ditimbulkan adalah prestasi yang memburuk, mudah marah, berperilaku kasar, dan menurunnya tingkat konsentrasi (Ojobo, Mohamad, & Said, 2014).
Komponen Lingkungan yang Berdampak Memulihkan Directed Attention Fatigue (DAF) Setiap orang berpotensi mengalami DAF. Seseorang yang memiliki tugas dan pekerjaan yang berlebihan membuat seseorang ingin beristirahat (Kaplan & Kaplan, 1989). ART merumuskan empat komponen lingkungan sebagai stimulus involuntary attention yang dapat memberikan dampak memulihkan bagi direct attention seseorang. Keempat komponen tersebut adalah :
a. Being away (Pembedaan dengan keseharian atau menjauh)
Istilah “melarikan diri” sering digunakan pada orang-orang yang ingin beristirahat dari tugas dan pekerjaannya. Misalnya ketika seseorang merasakan kesesakan, kegaduhan, atau kebosanan ketika melakukan rutinitas sehari-hari. Seseorang berupaya untuk berisitirahat dari kelelahan mental yang dialami akibat proses kognitif saat bekerja. Maka lingkungan yang diciptakan adalah lingkungan yang jauh dari rutinitas sehari-hari. Sebuah lingkungan dapat dikatakan restoratif jika memiliki sesuatu yang berbeda dari keseharian, tergantung pada perubahan suasana yang ingin diperoleh. Sama halnya dengan keinginan bebas dari beberapa aspek pada saat itu, seperti kewajiban, tujuan hidup, atau pikiran tertentu. Hal ini terwujud dengan keinginan terbebas dari gangguan yang tidak diinginkan pada saat itu, menghindari pekerjaan sehari-hari, dan tujuan-tujuan tertentu lainnya (Kaplan & Kaplan, 1989). Lingkungan alam sering menjadi tujuan pilihan untuk memperoleh dampak restoratif yang lama karena memiliki karakteristik tempat yang sangat berbeda dengan lingkungan keseharian.
b. Fascination (daya tarik)
Daya tarik ini dapat diperoleh pada objek atau kejadian tertentu dan dapat pula dihubungkan dengan proses ekplorasi lingkungan tersebut. Daya tarik terdiri dari rangsangan internal atau eksternal yang menarik perhatian dan dan dapat berkisar sepanjang spektrum dari daya tarik lembut (daya tarik lembut melibatkan perhatian tak sadar. Rangsangan lingkungan lembut ditemukan di lingkungan restoratif yang memungkinkan perhatian tak sadar tertarik oleh informasi tetapi tidak perlu secara sadar mengarahkan perhatian ke arah tersebut dan memberikan kesempatan untuk istirahat dan refleksi, seperti pohon, danau, matahari terbenam dan awan). daya tarik keras (rangsangan lingkungan yang melibatkan perhatian tak sadar tetapi menghalangi atau menghambat kemungkinan untuk refleksi. misal iklan dan teknologi seperti telepon seluler, bersama dengan rangsangan yang ditemukan di lingkungan perkotaan yang memerlukannya untuk secara sadar mengarahkan perhatian mereka ke arah rangsangan tersebut). Komponen fascination merupakan komponen yang penting dan utama dalam menciptakan lingkungan yang memberikan dampak memulihkan. Lingkungan yang dapat memberikan dampak memulihkan adalah lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dari sesuatu yang menyenangkan, memikat, dan menawan. Lingkungan yang memberikan efek memulihkan, disebut sebagai daya tarik “lembut”, misalnya sinar matahari, awan, butiran salju, dan gerakan daun yang tertiup angin. Dalam ART konsep daya tarik “lembut” ini merupakan komponen utama untuk mengistirahatkan direct attention akibat kelelahan mental.
c. Extent (luas)
Mengacu pada ukuran (ruang lingkup) dan kepadatan (koherensi) lingkungan. Lingkungan harus cukup besar dan memiliki kepadatan unsur alam yang mencukupi sehingga menciptakan suasana yang menyenangkan untuk mempertahankan interaksi tanpa kebosanan. Lingkungan yang memberikan efek memulihkan adalah lingkungan yang melibatkan bentuk dari sesuatu yang sifatya luas, baik dalam hal waktu dan tempat. Hal ini dapat dipersepsikan bahwa seseorang dapat menghabiskan waktu dan dapat berkeliling dan menjelajahi tempat tersebut. Extent atau luas tidak hanya diartikan sebagai suatu hal yang bersifat geografis, namun juga interaksi sosial yang terjadi di lingkungan (Miligram & Jodelet; Stokols & Shumaker dalam Hartig, Korpela, Evans, & Garling, 1997).
d. Compatibility
Kecocokan antara tujuan dan kecenderungan seseorang dan kemampuan lingkungan untuk mendukungnya, sehingga memungkinkan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Kaplan, 1995). Pengalaman seseorang bersinggungan dengan lingkungan alam akan memunculkan efek memulihkan jika terjadi kesesuaian antara tujuan yang dimiliki oleh seseorang dan manfaat lingkungan alam yang diberikan. Adanya kesesuaian juga membuat seseorang tidak memerlukan usaha dalam memproses informasi sehingga mampu memberikan efek yang dapat memulihkan.
Penelitian yang Pernah Dilakukan Ada beberapa studi tentang hubungan antara ART dan keefektifan pengolahan informasi. Beberapa dari studi ini bersifat klinis atau berorientasi lapangan, dan memiliki hasil yang sama meskipun banyak variasi dalam pengaturan dan prosedur. Dalam studi pertama, Hartig et al. (1991) membandingkan wisatawan hutan belantara dengan wisatawan perkotaan dan non-wisatawan sebagai kelompok kontrol. Hasil menunjukkan bahwa, kelompok hutan belantara menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kinerja membaca, sebuah tugas yang menuntut direct attention sangat tinggi. Sebaliknya, dua kelompok lainnya menunjukkan pre-test-to-post-test yang menurun. Menariknya, kelompok hutan belantara miliki nilai kebahagiaan keseluruhan terendah pada post-test. Pada follow-up 3 minggu, mereka menunjukkan tingkat kebahagiaan tertinggi secara keseluruhan. Dalam studi kedua, juga oleh Hartig et al. (1991), peserta secara acak ditugaskan dalam tiga kondisi. Mereka yang berada di kondisi 'lingkungan alami' dan 'lingkungan perkotaan' dan kelompok yang dalam kondisi relaksasi pasif dengan mendengarkan musik lembut dan membaca majalah diminta menyelesaikan tugas-tugas yang sama dan sangat melelahkan selama 40 menit. Hartig dkk. melaporkan bahwa dalam penelitian yang lebih terkontrol ini, seperti pada awal eksperimen semu, mereka yang berada dalam kondisi pengaturan alam melakukan lebih baik pada tugas pembacaan.
Cimprich’s (1992, 1993) dalam studi klinis pemulihan pasien kanker juga mendukung hubungan antara ART dan efektivitas pengolahan informasi yang meningkat. Pasien kanker umumnya diinstruksikan dalam perawatan diri yang diperlukan setelah keluar dari rumah sakit. Mereka sering mengalami kesulitan dalam mengingat informasi tersebut, sehingga secara serius membahayakan kualitas hidup mereka dan dalam mencapai hasil pengobatan yang optimal. Pasien pengobatan kanker dengan tanpa tagihan kesehatan dari perspektif medis juga tetap mengalami masalah yang sulit seperti kesulitan dalam hubungan interpersonal dan keterbatasan dalam kembali ke aktivitas sebelumnya. Merasa bahwa pengamatan klinis ini menunjukkan masalah serius pada perhatian yang ditujukan pada kelelahan, Cimprich mempelajari pemulihan pasien kanker payudara pada empat titik waktu selama 3 bulan setelah operasi, menggunakan berbagai macam perhatian dan masalah lainnya.
Peserta secara acak ditugaskan baik untuk intervensi eksperimental atau kelompok kontrol. Peserta yang setuju untuk berpartisipasi dalam tiga kegiatan restoratif (masing-masing minimal 20 menit) per minggu. Sementara gagasan kegiatan restoratif dijelaskan secara luas dengan banyak contoh, peserta dalam kelompok eksperimen diberikan kegiatan berbasis alam seperti berjalan di alam dan berkebun. Kelompok kontrol tidak menerima informasi tentang kegiatan pemulihan atensi yang diusulkan sampai setelah penelitian selesai; Namun, untuk memastikan bahwa mereka menerima atensi yang sama, mereka diminta untuk mendiskusikan pentingnya kegiatan perawatan diri, seperti waktu istirahat yang sering dan pemantauan gejala yang tidak diinginkan. Cimprich melaporkan bahwa para peserta di kedua kelompok menunjukkan defisit perhatian yang parah setelah operasi sebelum intervensi dimulai. Kelompok eksperimental (restoratif) menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam penampilan atensi atas empat kali mereka diukur; kelompok kontrol tidak. The Necker Cube Pattern Control mengukur sangat peka terhadap perubahan perhatian sehingga kelompok restoratif menunjukkan peningkatan kapasitas atensi, sementara kelompok kontrol menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kapasitas ini pada akhir periode studi 3 bulan. Skor suasana hati tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan ukuran kapasitas atensi. Intervensi itu juga tampaknya berdampak pada pola hidup. Dalam kelompok restoratif, peserta kembali bekerja dan lebih mungkin kembali penuh waktu. Perbedaan mencolok lainnya adalah kemiringan anggota kelompok restoratif untuk memulai proyek baru (seperti menurunkan berat badan, pelajaran musik, dan pekerjaan sukarela). Tidak ada proyek baru yang dilaporkan oleh peserta kelompok kontrol. Dan akhirnya, anggota kelompok eksperimental menunjukkan perolehan yang jauh lebih besar pada peringkat kualitas hidup pada akhir masa studi.